Ssssttt... Bapakku Mau Kawin Lagi - Semua Jadi Berita
Headlines News :
Home » » Ssssttt... Bapakku Mau Kawin Lagi

Ssssttt... Bapakku Mau Kawin Lagi

Written By Admin on Jumat, 20 September 2013 | 15.00

Ketika aku tengah sibuk membereskan ruang kantorku dan siap-siap mau pulang, tiba-tiba Mbak Atik nyelonong masuk. Wajahnya tampak agak keruh tak seperti biasanya. Tanpa basa-basi ia langsung duduk di sofa di samping meja kerjaku. Perempuan bertubuh subur ini biasanya penuh canda kalau sudah kumpul dengan teman-temannya. tapi kali ini, senyumnya tak sedikit pun nongol. Wah, kok aneh to si mbak ini.
Aku yang semula mau mengajaknya bercanda jadi mengurungkan niat. Khawatir situasinya tidak pas. Maka masih  sambil mengutak-atik kerjaan di mejaku, dengan hati-hati kusapa mbak Atik. “Ada apa mbakyu, kok kelihatan sayu?” Aku biasa memanggil temanku yang lebih tua dariku ini dengan sebutan mbakyu. Kami memang akrab sejak dulu. Dia pun kadang memanggilku dengan sebutan diajeng. Mbak Atik menghela napas berat mendengar pertanyaanku. Ia tak segera menyahut.

“Apa Bapakku kemarin ke rumahmu, Jeng?” Tiba-tiba Mbak Atik ganti bertanya. Weeh…ditanya bukannya menjawab tapi malah balik bertanya. Aku mengangguk. “Iya Mbak, kenapa? Kemarin sore memang bapak ke rumah.” Kuamati wajah Mbak Atik. Lagi-lagi ia hanya menghela napas. “Kenapa to mbakyu, kok kelihatannya ada masalah berat?”

Aku ingat kemarin sore Pakde Kirjo, bapaknya Mbak Atik datang ke rumah. Hampir setengah tahun Pakde Kirjo tak kulihat, rupanya beliau ikut anaknya yang pertama, kakaknya Mbak Atik yang tinggal di Solo. Sejak ditinggal mati istri tercintanya setahun lalu, Pakde Kirjo kelihatan kesepian. Ia yang biasanya pergi berdua kemana-mana dengan sang istri, kini tak lagi kelihatan bepergian setelah tinggal sendirian.

Pakde Kirjo juga tidak tinggal serumah dengan Mbak Atik yang sudah berkeluarga dengan dua anak. Mungkin ia tak mau merepotkan anak bungsunya yang hidupnya juga pas-pasan. Kedatangannya kemarin sore ke rumahku agak membuatku kaget. Rupanya Pakde bermaksud meminjam uang untuk suatu keperluan. Pakde bilang dia ada keperluan agak besar bulan depan, tanpa menjelaskan apa keperluannya.
Keinginan pakde memang tak langsung kupenuhi kemarin. Kebetulan aku juga tak pegang uang sebanyak yang pakde butuhkan. Jadi kutangguhkan bulan depan saja kalau pakde sudah akan menggunakan uang itu. Pakde pun menyetujuinya, lalu ia pamit pulang.

Kini Mbak Atik mengusut kedatangan pakde kemarin. Ia sepertinya merasa tak enak ketika mendengar jawabanku. “Bapak kemarin bilang apa jeng padamu? Apa bapak cerita banyak? Wah, aku malu lho sebenarnya jeng kalau bapak sampai cerita banyak padamu.” Mendengar pertanyaan Mbak Atik yang meluncur bagai peluru aku hanya terpana.

“Cerita apa to Mbak? Bapak kemarin gak cerita apa-apa kok.” Akhirnya kujelaskan padanya bahwa kedatangan bapaknya bukan untuk curhat tapi mau pinjam uang untuk suatu keperluan yang tak disebutkan. “Aduuh…jadi bapak mau pinjam uang padamu, Jeng? Berapa besarnya?” Dengan hati-hati kusebutkan sejumlah angka yang sebetulnya tidak terlalu besar tapi tetap membuat Mbak Atik kaget. Kukatakan juga bahwa uang itu belum keberikan karena aku tak pegang uang sebanyak itu.

“Apa Mbak Atik tahu untuk apa uang itu?” Tanyaku kepadanya. Ia memandangku ragu-ragu dan tak segera menjawab. Dia lirik jam dinding yang tertempel di atas lemari. “Kamu mau buru-buru pulang tidak Jeng? Ini sudah hampir jam setengah tiga.” Aku menggeleng sambil tersenyum karena tahu Mbak Atik mau minta waktuku. Dia khawatir kalau aku jadi terganggu atau terlambat pulang gara-gara kedatangannya. “Tenaang Mbak, aku tidak buru-buru kok. Mau cerita apa? Monggo, silakan aku siap mendengarkan.” Ujarku mencoba mencairkan suasana.

Aku duduk di sebelah Mbak Atik. Kupasang wajah serius dan siap menampung uneg-unegnya. Hehehe…lagakku kalau sudah begini ini mirip seorang konselor yang tengah menghadapi klien. “Jeng, Bapak mau kawin lagi,” setengah berbisik Mbak Atik memulai ceritanya.

“Pakde Kirjo mau menikah, Mbak?” Tanyaku setengah kaget. “Olaala…jadi itu to maksud pakde kemarin mau pinjam uang. Pantes, pakde tak mau menjelaskan maksudnya secara terang-terangan. Bisa jadi pakde malu menyampaikannya. Pikiranku mulai berputar mencoba mengingat kembali sosok Pakde Kirjo yang sudah sepuh, usianya sudah 73 tahun. Setahun lalu dia ditinggal Bude Kirjo yang dipanggil Tuhan setelah mengidap kanker selama tiga tahun.

Kubayangkan sosok lelaki tua yang kesepian. Walaupun ia punya anak dan cucu, tapi rupanya ia tetap butuh perempuan lain di sampingnya. Mungkin sekadar teman untuk diajak berbagi cerita, suka maupun duka. Ah, pakde dalam usia senjanya tetap ingin punya pendamping. Rupanya keinginan pakde yang mau menikah ini yang membuat Mbak Atik dan kakaknya merasa berat. Mereka malu, karena baru setahun ibunya meninggal ternyata bapaknya sudah pengin kawin lagi. Mereka malu untuk menjelaskan pada anak-anaknya, kenapa eyangnya harus menikah lagi. Kenapa eyangnya juga tak mau tinggal bersama cucu-cucunya.
Hampir sejam Mbak Atik bercerita panjang lebar padaku. Aku hanya bisa mengangguk-angguk mencoba memahami perasaannya tanpa banyak komentar. Sementara di kepalaku juga berkecamuk berbagai pikiran. Cinta? Betapa satu kata ini menyimpan berjuta rahasia. Ia tak mengenal batas usia. Ia bisa mampir kapan saja di setiap hati anak manusia. Kalau sudah begini, terus aku harus bilang apa?****

oleh: Cay Cay (kompasiana)
Minggu, 15 September 2013
Untuk sahabatku
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Semua | Jadi | Berita
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Semua Jadi Berita - All Rights Reserved
Original Design by Creating Website Modified by FAE